The Hair Chronicle Part 2: The (Hopefully) Meg Ryan Hair

on Saturday, May 18, 2013
Gw akan memberi sub-judul buat post ini, yaitu:
Blood and Bucket.

Uyeah.

Jadi ini adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika gw masih duduk di bangku TK. Seperti TK-TK lain pada dasarnya, di taman bermainnya pasti ada jungkat-jungkit. Prinsip jungkat jungkit juga jelas: harus dinaiki oleh dua orang, di mana ketika yang satu mengayun ke atas, yang satu mengayun ke bawah.

Intinya, gw dan teman gw memutuskan untuk main jungkat-jungkit itu. Setelah bermain agak lama, gw mendapati dia mulai tidak menikmati permainan ini dan bengong sambil melihat kanan kiri. Posis jungkat-jungkit sedang berada imbang di tengah karena kami berdua menahannya dengan kaki kami.

Terbersitlah sebuah pikiran iseng. Tanpa ba-bi-bu, gw memijak sekuat tenaga ke tanah sehingga teman gw jatuh terduduk.

Gw tertawa.
Teman gw terdiam.

Kemudian setetes darah mengalir dari hidungnya.
Gw masih tertawa.

Darah yang mengalir dari hidungnya makin banyak.
Dia mulai menangis.
Tawa gw berkurang sedikit, tapi intinya gw masih tertawa.

Dia menangis makin kencang.
Guru mulai berdatangan.
Gw mulai terdiam.

Dia dilarikan ke dalam kelas. Gw ditinggal semua orang yang terlalu khawatir dengan teman gw yang tiba-tiba mimisan itu.
Gw cuma terdiam. Gw mencoba mencerna di mana korelasi antara jatuh terduduk dengan mimisan. Gw mencoba meyakinkan diri gw kalo teman gw akan baik-baik saja dan gw tidak akan disalahkan.

Pada kenyataannya memang tidak. Atau mungkin gw lupa.


Kejadian berikutnya terjadi tidak lama setelah itu. Gw lupa persisnya kenapa, tapi gw dan teman gw lagi berdiri di depan toilet TK dan antri untuk masuk ke dalam.
TK gw sendiri adalah bangunan lama, jadi toiletnya masih toilet jongkok dengan ember di sebelahnya untuk menampung air.

Entah karena kurang sabar atau tenaga gw memang terlalu besar, gw mendorong teman yang berdiri di sebelah gw sampai dia oleng dan jatuh ke ember.

Literally jatuh ke ember. Pantatnya masuk ke ember penuh air itu. Bajunya basah kuyup. Tidak sampai satu detik, dia langsung menangis.
Reaksi gw?
Seperti biasa: tertawa.
Gw tertawa sekencang-kencangnya karena pemandangan itu sangat konyol.

Alhasil, gw dihukum. Selama sisa pelajaran gw disuruh berdiri di depan toilet dan tidak diijinkan mengikuti proses belajar.
Gw sih cuek. Gw terus mengulang kejadian itu di kepala gw dan tertawa-tawa kecil di depan toilet.

Orang bilang masa anak-anak itu masa yang paling membahagiakan.Setelah membaca cerita ini apakah orang masih akan beranggapan sama?
Hahahaha, menurut gw masa anak-anak termasuk masa yang keras. Kalau sudah dewasa, pukul-pukulan pasti dilerai karena takut melukai sesama atau takut dilapor ke polisi.
Masa anak-anak? Kalo berkelahi malah disoraki. Yang badannya besar bisa dengan semena-mena menindas yang badannya kecil dan kurus.
Gw sendiri berhasil membuat teman gw mimisan. Gw pernah mendorong teman gw sampai jatuh dan berdarah. Gw sendiri pernah dilempari batu oleh anak tetangga. Untung kena di punggung bukan di kepala.
Gw pernah menginjak bunga puteri malu dengan kaki telanjang (ada durinya, bro). Gw pernah mengejar teman gw, kehilangan keseimbangan, dan jatuh terseret di aspal. Hasilnya: sepanjang lengan bawah gw ada luka gores mengerikan.

Pesan moral:
Masa kanak-kanak itu keras, bung.

0 comments: