Boros, Reuni, Nonton

on Monday, September 13, 2010
Mari dibahas satu persatu.

1. Boros: hari ini gw menghabiskan hampir Rp 600.000 rupiah cuma buat kesenangan pribadi yang terdiri dari: casing iPhone+screen protector, buku 2 biji, makan, nonton, dan parkir.


2. Reuni: hari ini gw ketemu dengan teman lama gw, Cathy. Setelah pertemuan pertama yang agak kikuk, akhirnya kita bisa ngobrol lagi seperti biasa, and God knows how I missed her! We've been crazy about many things, laughing at stupid things, commenting on the same people, and raiding Grandi for 6 hours, hehehe :D


3. Nonton: akhirnya setelah berhari-hari cuma sampe niat, hari ini gw nonton juga DARAH GARUDA: MERAH PUTIH II. Teriring review-nya:


Judul: Darah Garuda-Merah Putih II
Sutradara: Yadi Sugandi, Conor Allyn
Pemain: Donny Alamsyah, Lukman Sardi, T. Rifnu Wikana, Darius Sinathrya, Astri Nurdin, Rahayu Saraswati, Atiqah Hasiholan, Aryo Bayu, Rudi Wowor.

Sinopsis:
Cerita dari film pertama ini disambungkan dengan memperlihatkan seorang mayor Belanda Van Gaartner, yang sebelumnya telah ditawan oleh keempat tokoh utama film ini, yaitu Amir (Lukman Sardi), Dayan (T. Rifnu Wikana), Tomas (Donny Alamsyah), dan Marius (Darius Sinathrya). Sang mayor rupanya digunakan oleh keempat 'pahlawan' kita untuk menyelundup masuk ke kamp Belanda, dimana Melati (Astri Nurdin), istri Amir dan Senja (Rahayu Saraswati) bekerja sebagai pemetik kopi.

Kedua wanita tercinta berhasil diselamatkan, mereka lalu bertemu dengan pasukan gerilya Jend. Sudirman. Dari sana, mereka bertemu dengan Yanto (Aryo Bayu) dan Budi (Aldy Zulfikar), dan lalu diberi misi semi-rahasia (karena cuma dirahasiakan dari si Yanto) untuk menyerang pangkalan udara Belanda.

Misi ini tidak berhasil, karena baru 5 menit naik mobil, mereka dihadang pasukan Belanda yang menyebabkan ditangkapnya Dayan. Lepas dari Belanda, mereka dihadang lagi oleh sekelompok orang desa yang pikirannya sedikit sempit, tapi setelah berdebat soal Quran dengan sang Kyai, mereka memutuskan untuk membantu keempat pahlawan tersebut.

Nah, setelah DARR di sini dan DARR di sana, film ditutup dengan DARR terakhir dengan sebuah pesawat yang terbang (cukup) tinggi sambil meneriakkan 'MERDEKA!'.


Review:
OKE, gw akan memberi film ini 7,5 dari 10. Sekedar info, Merah Putih (pertama) gw kasih 8,5 dari 10. Kenapa oh kenapa?

- Pemain filmnya seperti baru sekali ini main film. Padahal gw yakin, pria-pria sejenis Lukman Sardi, Donny Alamsyah, dan Darius Sinathrya sudah biasa disorot kamera. Soal kualitas akting, gw harus memilih Rudy Wowor sebagai Best Actor (atau Supporting Actor) karena aktingnya yang menurut gw paling POL.

- I don't know if they're changing the crew or not, but I hate the cameraman. Banyak adegan yang disorot dengan sudut pandang orang pertama, lengkap dengan goyang-goyangnya sehingga gw PUSING nontonnya. Terus gw juga ga suka dengan editing filmnya. Masih agak kasar, terutama di adegan flashback Marius.

- Pendalaman karakter, terutama Dayan. Siapakah Dayan? Kenapa pria ini bisa sampe ke Jawa? Apa pekerjaannya dulu di Bali? Kalo kita perhatikan dengan baik, cuma tinggal Wayan yang tidak jelas latar belakangnya. Terus lidahnya pake diputusin lagi T.T

- Darius Sinathrya adalah ganteng, tapi perannya minim sumpah. Jatah ngomongnya kurang, gw jadi kasian gitu, karena dibanding yang lain, sepertinya dia bener-bener ga ada apa-apanya...

- Gw tau banget syuting adegannya ada yang di Jogja (jalanan depan Museum Kereta Kencana), dan di Lawang Sewu, terutama buat Headquarter-nya Belanda yang diledakin. TAU BANGET GW! --> bangga.

- Adegan klimaksnya kurang NENDANG! Yang mana sih sebenarnya adegan klimaksnya? Penyerangan ke Headquarter, ke pangkalan udara, atau adegan 'Dayan came to save the day'?

- Menurut gw adegan ketemu sama warga desa dan Kyai itu kurang relevan. Kalo cuma mau cari alasan buat mereka dapat dinamit, ya cari aja cara lain. Kalo mereka bisa dapat senjata (yang ga tau juga disuplai siapa), berarti dapat dinamit juga bisa dong.

- Menurut gw judulnya kurang cocok. Apakah 'darah garuda' merujuk pada banyaknya darah di film ini dibandingkan film pertama? Jujur aja, ketiga pahlawan kita semuanya berdarah sampe heboh (kecuali Marius).

Above all, film ini KEREN. Untuk ukuran film Indonesia, film ini patut dijadikan ATJOEAN untuk film-film masa depan. Kenapa saja bilang atjoean sodara-sodara, karena film ini bertemakan SEDJARAH!
Wahai Indonesia, ingatlah sejarahmu!

Iya, intinya gw senang, karena akhirnya ada film modern tentang sejarah Indonesia, setelah separuh hidup gw ini yang gw lihat di TV adalah film sejarah negara lain.
Temen gw bilang, adiknya jadi benci Belanda setelah nonton film ini. Reaksi yang ekstrim, tapi itu berarti film ini berhasil mengombang-ambingkan emosi, keyakinan, serta idealisme seseorang.

Selebihnya, gw setuju dengan review majalah Tempo tentang kelemahan adaptasi skripnya. Skrip awal film ini ditulis dalam Bahasa Inggris, dengan gaya penceritaan yang kebarat-baratan pula beserta tipikal-tipikalnya. Ada baiknya skrip film ini ditulis ulang atau diadaptasikan, dengan penyesuaian Bahasa Indonesia beserta budaya-budaya dan tipikal-tipikalnya.

Yang lucunya, karena gw nonton di Blitz, jadi dapat terjemahan Bahasa Inggris. Kenapa lucu? Karena setelah gw perhatikan, terjemahan Bahasa Inggrisnya justru lebih akurat dan detil dibandingkan Bahasa Indonesianya, heheh...

I LOOK FORWARD TO THE THIRD FILM!

1 comments:

Alamanda Wiriaatmadja said...

gebiiii.. artikel hukum hehehe....
vania udh minta buat dibikinin layoutnya...
dan berhubung kamu br bikin review film... apakah boleh dimasukkan ke buletin.. anak film ga ada yg ngasih nih.. :(((

kabari aku yaaaa....