Oke, inilah lanjutan dari postingan gw sebelumnya, tentang liburan (kurang) terencana gw dan keluarga ke Jogja!
Nah, setelah tidur dengan super polnya, kita breakfast di hotel. Agak mengecewakan sih, soalnya makanannya lebih banyak makanan lokal, bukan makanan ke-Eropa-an *maaf standar saya tinggi, keseringan makan di Hotel Le Grandeur (dulu Hotel Dusit) Mangdu*
Sebenarnya Hotel Mutiara ini bagus, cuma desainnya agak tua dan sempit, maka kami pun memutuskan untuk pindah hotel. Ga jauh-jauh kok, cuma bergeser sekitar 300 meter ke ujung jalan Malioboro, yaitu Hotel Inna Garuda.
Tjatatan: liburan pada bulan puasa atau bulan Ramadhan sebenarnya sangat enak. Banyak hotel-hotel yang memberikan paket diskon hingga 50% di bulan ini, jadi untuk biaya penginapan bisa dipangkas.
Nah, setelah tidur-tiduran sebentar di kamar hotel, nonton siaran langsung upacara bendera 17an, kami pun memutuskan untuk menjelajah Malioboro. Menikmati Malioboro memang paling enak jalan kaki, jadi kami jalan kaki saja (sambil mengistirahatkan si mobil yang abis jalan jauh). Tujuan pertama adalah: DAGADU. Sama seperti kalo orang ke Bali, ga lupa pergi ke Joger, maka ke Jogja, jangan lupa beli kaos Dagadu. Tempat yang gw ingat adalah di dalam mall, dan rupanya benar! Hore! Ingatan gw masih oke! *lebih*
Nah, tujuan kami yang berikutnya adalah Pasar Beringharjo, yang letaknya di ujung jalan yang satunya lagi di Malioboro. Maka sambil jalan kaki, kami juga belanja ini itu di sepanjang Malioboro. Oh ya, ada satu kejadian lucu.
Dekat Pasar Beringharjo, ada ibu-ibu yang jualan klepon dan getuk. Karena gw dan bokap adalah fans berat klepon, juga nyokap adalah fans getuk, maka kami pun memutuskan untuk membeli. Si ibu penjual pun menghentikan kegiatan memarut kelapanya.
Mengambil daun pisang, melipat...
Meletakkan 10 buak klepon di dalamnya.
Menaburkan parutan kelapa...
Lalu menaburkan GULA PASIR.
Gw dan nyokap cuma bisa cengo, speechless, lalu tatap-tatapan berdua.
Untunglah pemberian gula pasir pada getuk bisa dicegah.
Nah, Pasar Beringharjo letaknya agak jauh dari jalan utama. Kami bertanya-tanya lagi, apa benar mau ke Pasar Beringharjo, mengingat udara yang panas, dan kaki bokap yang sedang tidak bisa dipaksa jalan jauh. Yasudah, tidak jadi ke Pasar Beringharjo. Kami lalu duduk-duduk dulu di depan Benteng Vredeberg, sambil melihat upacara penurunan bendera di depannya.
Setelah didiskusikan lagi, akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi Keraton Jogja, yang letaknya tidak jauh dari situ...naik becak.
Kami lalu memanggil dua becak, dan dengan pedenya menaiki becak tersebut...
YANG TERNYATA TIDAK MUDAH!
Kami bertiga, yang besar di Makassar, sebenarnya sudah sangat terbiasa dengan becak. Tapi ternyata becak Makassar dan becak Jogja adalah BERBEDA, saudara-saudara.
Becak Makassar Becak Jogja
Perbedaan yang mencolok adalah: di becak Makassar, tempat duduk serta pijakan penumpang lebih rata, juga lebih rendah. Sedangkan di becak Jogja, ternyata lebih tinggi, sehingga abang becaknya harus mengangkat bagian belakang becaknya sedikit untuk memudahka penumpang saat naik dan turun. THAT'S SO TRICKY! Gw dan nyokap heboh sendiri pas naik di atas becak!
Oke, persoalan becak selesai, sekarang kami menuju ke Keraton.
....yang sedang tutup karena tanggal merah. Lucu.
Daripada langsung pulang ke hotel, kami pun berkeliling dulu di sekitar Malioboro situ. Singgah ke pusat batik dan pabrik dagadu (katanya). Nah, untuk makan malam, nyokap menemukan sebuah situs di internet, dan juga berbekal referensi dari sebuah acara kuliner di TV, sebuah tempat makan bernama Mangut Lele Mbah Marto.
Nah, dari alamat yang di dapat di internet, kami mencari tempat makan tersebut. Katanya patokannya adalah kampus ISI, lalu masuk ke jalan-jalan kecil. Ketika jalannya sudah mulai meragukan, diputuskan untuk bertanya pada warga sekitar. Jawabannya SUNGGUH membantu:
"Mbak putar balik dulu. Di depan lampu-lampu itu ada jalan masuk, masuk ke situ. Terus lurus aja, lalu ke arah barat...selatan."
Seisi mobil terdiam, berusaha mencerna arah yang dimaksud.
Ternyata letak si MLMM (mangut lele mbah marto) itu benar-benar di dalam desa! Jalanannya cuma satu arah, bahkan masuk ke tempat makannya pun harus jalan kaki, karena letaknya di dalam gang yang kecil. Sampai di sana, sambil nyokap memutar arah mobil, bokap turun untuk bertanya.
B: 'Pak, benar di sini tempat makan itu? Yang...mangut...magut...'
M (mas-mas): 'Yang tempat makan lele?'
B: 'Iya pak! Mangut lele mbah...mbah...'
M: 'Mbah marto?'
B: 'Naaaah! Bener pak! Bener di sini pak?'
M: 'Oh iya bener di sini.'
B: 'Di sebelah mana ya pak?'
M: 'Di sebelah sana, tapi udah tutup nak. Cuma buka sampe jam 9.'
Sekembalinya di mobil,
Bokap: 'BILANG AJA DARI TADI KALO UDAH TUTUP, PAKE LAMA LAGI!!'
Yah, karena MLMM sudah batal, jadinya kami keluyuran Jogja jam 10 malam nyari-nyari tempat makan selain bar-bar yang masih buka. Solusi terakhir adalah, cari tempat makan di dekat UGM, karena kemungkinan masih buka. Untungnya dapat, di sebuah rumah yang merangkap homestay dan resto. Steaknya enak, untungnya.
Day 2 vacation.
Day 1 Jogja.
THE END